KIMIA
BAB I
REAKSI ALKOHOL
1.1 Latar Belakang
Alkohol adalah persenyawaan organik yang mempunyai satu atau
lebih gugus hidroksil. Karena ikatan hidroksil bersifat kovalen, maka sifat
alkohol tidak serupa dengan hidroksida, tetapi lebih mendekati sifat air.
Alkohol diberi nama akhiran-ol.
Alkohol
dapat digolongkan berdasaarkan
a.
Letak
gugus OH pada atom karbon.
b.
Banyaknya
gugus OH yang terdapat (jumlah gugus hidroksilnya).
c.
Bentuk
rantai karbonya.
Alkohol yang paling sederhana adalah methanol (CH3OH) atau
disebut juga alkohol kayu. Methanol merupakan larutan mudah menguap yang tidak
berwarna dan dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan. Methanol di
jual sebagai spirtus untuk bahan bakar. Methanol sangat beracun, bila tercium
atau terhirup dapat menyebabkan kebutaan dan lumpuh.
Alkohol lain yang banyak digunakan adalah etanol (CH3CH2OH).
Minuman beralkohol mengandung etanol dengan konsentrasi berbeda. Etanol dapat
menekan susunan saraf pusat. Dapat digunakan sebagai antiseftik dan pengawet,
sebab dapat mengkoagulasikan protoplasma. Alkohol dapat juga dihasilkan dari
karbohidrat secara biologis yaitu dengan bantuan kerja enzim zymase ( terdapat
dalam sel khamir atau yeast).
Reaksinya terdiri dari beberapa tahap yang dapat dituliskan
secara sederhana sebagai berikut:
C6H12O6
2CO2 + 2CO2H5OH
Alkohol dengan rantai aromatic bersifat lebih asam dari pada
alkohol – alkohol alifatik. Ini disebabkan karena terjadinya delekalisasi
electron pada cincin aromatic yaitu electron pada oksigen (O2) dan hydrogen
(H2) cenderung tertarik kea rah cincin aromatic.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui
dan menunjukkan adanya air pada alcohol.
2. Mengetahui
esterifikasi alcohol.
1.3 Tinjauan Pustaka
Alkohol merupakan suatu senyawa organik organik yang tersusun
dari atom C, H dan O dengan rumus umum CnH2n+1OH. Ciri
khas alkohol yaitu terdapatnya gugus –OH pada rantai karbon. Rantai karbon
dapat berupa gugus alkil jenuh maupun tidak jenuh, gugus alkil tersubtitusi dan
dapat pula terikat pada rantai siklik. Selain alkohol dengan satu gugus –OH
dikenal pula alkohol yang memiliki gugus –OH lebih dari satu. Alkohol yang
memiliki satu gugus –OH disebut alkohol monohodroksi, alkohol dengan dua gugus
–OH disebut alkohol dihidroksi dan seterusnya.
Berdasarkan atom karbon yang mengikat gugus –OH
alkohol dikelompokan menjadi:
a. Alkohol primer,
yaitu alkohol yang gugus –OH terikat pada C primer
b. Alkohol
sekunder, yairu alkohol yang gugus –OH terikat pada C sekunder
c. Alkohol
tersier, yaitu alkohol yang gugus –OH terikat pada C tersier
Tata Nama Alkohol
Tata nama IUPAC
1) Tata nama
alkohol tidak begitu berbeda dengan pemberian nama pada alkana. Perbedaannya
yaitu akhiran –a pada alkana terkait diganti dengan akhiran –ol.
2) Pemberian
nomor pada atom karbon dimulai dari atom karbon yang paling dekat dengan gugus
–OH.
Contoh
Tata
Nama Trivial
Tata nama
trivial atau nama umum hanya berlaku untuk alkohol-alkohol suku rendah atau
alkohol-alkohol dengan rumus molekul sederhana. Tata nama trivial untuk alkohol
yaitu dengan menyebut nama gugus alkil yang mengikat gugus –OH kemudian diikuti
dengan kata alkohol.
Isomer dan
Sifat Alkohol
Senyawa-senyawa
alkohol dengan jumlah atom karbon yang sama dapat mengalami isomer. Pada
alkohol terjadi isomer posisi, yaitu alkohol dengan jumlah atom
karbon sama tetapi letak gugus –OH dalam struktur berbeda. Misalnya alkohol
dengan rumus molekul C3H8O dapat ditulis dengan dua rumus
struktur
Kelarutan
alkohol dalam air dipengaruhi oleh jumlah atom karbon yang terdapat pada
alkohol. Alkohol dengan 1-3 atom karbon meruapakan cairan tak berwarna dan
dapat larut dalam air dengan segala perbandingan, 4-5 atom karbon sedikit larut
dalam air sedangkan alkohol dengan jumlah atom karbon > 6 tidak larut dalam
air.
Berdasarkan
struktur yang dimiliki, alkohol merupakan gabungan antara alkana atau gugus R
dan air. Gugus R bersifat nonpolar atau lipofilik, gugus –OH bersifat polar
atau hidrofobik, ketika alkohol dengan jumlah atom karbon sedikit ketika
dilarutkan dalam air maka gugus –OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air. Namun ketika jumlah atom karbon makin banyak maka sifat nonpolar
dari gugus R atau alkana lebih dominan sehingga kelarutan dalam air berkurang
bahkan tidak larut ketika jumlah atom karbon makin banyak.
Makin
tinggi berat molekul maka makin tinggi pula titik didih dan viskositasnya.
Titik didih alkohol lebih tinggi dari alkana yang berat molekulnya hampir sama
karena terbentuk ikatan hidrogen dengan sesama molekul alkohol. Pada alkana
tidak terbentuk ikatan hidrogen antar sesama molekul.Titik didih alkohol titik
didh alkohol primer > alkohol sekunder > tersier. Pada alkohol-alkohol
bercabang memiliki titik didih lebih rendah dari alkohol dengan dengan rantai
lurus. Dengan ketentuan memiliki berat molekul yang hampir sama atau dengan
jumlah atom karbon sama. Hal ini disebabkaa alkohol-alkohol bercabang bentuk
molekulnya menyerupai bola.
Fungsi Alkohol
Berikut beberapa
fungsi alkohol secara umum
a) Sebagai bahan
dasar sintesis senyawa organik
b) Sebagai
pelarut
c) Sebagai bahan
dasar pembuatan deterjen sintetik misalnya lauril alkohol.
d) Sebagai bahan
pembersih kaca
e) Untuk
hewan-hewan koleksi yang berukuran kecil alkohol dapat dijadikan sebagai
pengawet.
f) Campuran
metanol dan etanol sering dicampurkan dengan bensin sebagai bahan bakar.
Reaksi-Reaksi
pada Alkohol
Gugus
–OH merupakan gugus fungsi dari alkohol oleh sebab itu sebagian besar reaksi
terjadi pada gugus tersebut. Berikut merupakan beberapa reaksi yang terjadi
pada alkohol: reaksi oksidasi, penggantian gugus –OH, penggantian atom H pada
gugus –OH oleh gugus asam, logam aktif dan gugus alkil.
Oksidasi
Alkohol
dengan oksidator kuat seperti NA2Cr2O7 + H2SO4 dapat mengalami reaksi oksidasi. Hasil
yang diperoleh dari reaksi oksidasi berbeda-beda tergantung pada jenis
alkoholnya. Akohol primer jika teroksidasi menghasilkan aldehida apabila jumlah
oksidator masih berlebih akan terjadi oksidasi berlanjut memebntuk asam
karboksilat, alkohol sekunder menghasilkan keton sedangkan alkohol tersier
menghasilkan campuran asam karboksilat dan keton. Reaksi antara alkohol primer,
sekunder dan tersier dengan NA2Cr2O7 + H2SO4 dapat dilihat pada contoh.
Penggantian
Gugus –OH
Gugus
–OH pada alkohol dapat digantikan oleh atom-atom halogen apabila direaksikan
dengan fosfor halida dan asam halida. Fosfor halida dapat berupa PX3 dan PX5 sedangkan asam halogen berupa HX.
Laju
reaksi alkohol dengan asam halogen adalah alkohol tersier > alkohol sekunder
> alkohol primer.
Etanol
Etanol
merupakan salah satu jenis alkohol yang dikonsumsi dan memiliki titik didih dan
titik leleh berturut-turut 78 ºC dan 114 ºC. Etanol memiliki rumus molekul C2H5OH
dan sering disingkat menjadi EtOH. Anggur,
wiskey dan bir merupakan minuman keras yang mengandung etanol dengan
konsentrasi tertentu. Etanol merupakan cairan yang jernih tidak berwarna,
terasa membakar pada mulut maupun tenggorokan bila ditelan. Beberapa jenis
minuman yang mengandung alkohol adalah sebagai berikut :
- Golongan A :
kadar etanol 1% – 5% (bir)
- Golongan B :
kadar etanol 5% – 20% (wine)
- Golongan C :
kadar etanol 20% – 45% (whiskey, vodka, manson house, johny walker, kamput)
Minuman-minuman
seperti anggur dan bir telah dikenal dikenal sejak zaman prasejarah. Pada zaman
itu munuman-minuman tersebut diperoleh dari proses peragian atau fermentasi
terhadap bahan-bahan yang mengandung pati atau gula. Bahan sebagai sumber pati
dapat berupa kentang, ubi kayu dan beras. Umumnya bahan-bahan yang mengandung
pati dapat diolah menjadi alkohol dengan proses peragian atau fermentasi.
Awalnya bahan yang mengandung pati direndam dengan air sehingga terbentuk enzim
amilase. Enzim amilase yang terbentuk secara bertahap menguraikan pati menjadi
glukosa. Dengan bantuan enzim zimase yang terdapat di dalam ragi, glukosa yang
terbentuk diuraikan menjadi etanol dan karbondioksida.
Proses
fermentasi dilangsungkan pada suhu 25 ºC. Pada suhu rendah proses peragian
berjalan lambat sedangkan pada suhu tinggi ragi yang ditambahkan akan terbunuh.
Konsentrasi etanol yang diperoleh dari proses fermentasi maksimal 10-15%. Hal
ini disebabkan pada konsentrasi lebih tinggi sel-sel ragi terbunuh sehingga
proses penguraian glukosa terhenti.
Untuk meningkatkan kadar alkohol yang
diperoleh dari proses fermentasi dilakukan dengan destilasi fraksional. Titik
didih etanol 78 ºC dan titik didih air 100 ºC. Dari proses destilasi fraksional
walaupun konsentrasi etanol sangat tinggi namun tidak diperoleh etanol absolut. Etanol absolut yaitu
etanol dengan konsentrasi 100%. Hal ini disebabkan etanol dan air membentuk
suatu campuran azeotropik sehingga hanya diperolehn etanol
dengan kemurnian 96%. Campuran
azeotropik yaitu campuran yang memiliki titik didih sama. Untuk memperoleh
etanol absolut perlu dilakukan dengan cara kimia, yaitu dengan menambahkan CaO
atau Mg(OCH3)2 sebagai
penarik air.
Selain
dengan cara fermentasi etanol dapat pula diproduksi hidrasi etilena menggunakan
katalis asam fosfat pada suhu
300 ºC.
Selain cara di atas dapat pula digunakan proses hidrasi
secara tidak langsung etilena dengan H2SO4pekat. Produk
hidrasi yang diperoleh hidrolisis sehingga diperoleh etanol.
Alkohol
Dihidroksi
Alkohol
dihidroksi merupakan alkohol yang di dalam molekulnya terdapat 2 buah gugs –OH.
Alkohol-alkohol yang memiliki dua buah gugus –OH disebut glikol. Salah satu contoh alkohol
dihidroksi yaitu etilena glikol. Berikut rumus struktur etilena glikol:
Etilena
glikol merupakan cairan tidak berwarna yang memiliki rasa manis. Alkohol
bersifat dan larut dengan baik di dalam air.
Alkohol Trihidroksi
Alkohol
trihidroksi merupakan alkohol yang didalam molekulnya terdapat 3 buah gugus
–OH. Gliserol atau 1,2,3-propananatriol merupakan salah satu contoh terpenting
dari alkohol trihidroksi. Istilah gliserol berasal dari bahasa Yunani glykys yang berarti manis. Gliserol pada
temperatur kamar berupa cairan kental tidak berwarna yang memiliki rasa manis
dengan titik didih dan titik leleh berturut-berturut 290 ºC dan 18 ºC, dapat
bercampur dengan air dan alkohol pada segala perbandingan.
Gliserol
di dalam laboratorium digunakan sebagai pelarut karena memiliki sifat penyerap
air (higroskopis). Di dalam bidang industri gliserol digunakan sebagai bahan
pembuat parfum, pelumas, dan digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik karena
gliserol mampu melembutkan kulit. Gliserol umumnya dibuat dengan cara hidrolis
lemak menggunakan NaOH dan hidrolisis 1,2,3-trikloropropana menggunakan K2CO3 dan H2O.
1.4 Metode
1. Alat
dan Bahan
Bahan
·
Alcohol 50 %
·
CuSO4
·
Asam Sulfat
·
Kalium Karbonat (K2CO3)
·
Etanol
·
Aquades
Alat
·
Tabung reaksi 5 buah
·
Spatula 2 buah
·
Gelas Arloji 2 buah
·
Pipet tetes
·
Pipet volume 3 buah
2. Cara
Kerja
Penunjukkan
adanya air pada alcohol.
a)
Maukkan 5ml alcohol 50% kedalam tabung
reaksi, tambahkan 2ml CuSO4 kedalam tabung yang berisi alcohol, lalu dikocok.
Amati perubahan yang terjadi.
b)
Maukkan 5ml alcohol 50% kedalam reaksi,
kemudian tambahkan 2ml K2CO3, kocok dan amati perubahan
yang terjadi.
c)
Ulangi percobaan sekali lagi.
Esterifikasi
Alcohol.
a)
Masukkan 2ml etanol kedalam tabung
reaksi, kemudian masukkan beebrapa tetes asam asetat.
b)
Selanjutnya tambahkan asam sulfat pekat
sebanyak 5ml (tutup dengan kapas)
c)
Masukkan pada gelas ukur yang sudah di
isi aquades 25ml selama 2 menit. Amati perubahan yang terjadi.
d)
Ulangi percobaan sekali lagi.
1.5 Hasil Pengamatan
Uji
|
Perlakuan
|
Keterangan
|
Penunjukan
adanya air
|
Alkohol
50% 5 ml + CuSO4 2 ml
|
Terdapat
gelembung dan uap air
|
Alkohol 50%
5 ml + K2CO3 2 ml
|
Tidak
terjadi perubahan dan menguap
|
|
Esterrifikasi
alkohol
|
Etanol 2 ml + Asam asetat + 5 tetes Asam sulfat pekat masukan pada gelas ukur 25 ml
yang sudah diisi aquades selama 2
menit
|
Terdapat
minyak yang keluar, tidak terjadi perubahan warna dan menguap.
|
Pada percobaan
pertama dari:
A. Penunjukkan
adanya air pada alcohol.
a.
Pada percobaan 5ml alcohol + 2ml CuSO4, terdapat
gelembung dan uap air yang keluar setelah dikocok berulang ulang.
b.
Pada percobaan 5ml alcohol + 2ml K2CO3,
tidak terjadi perubahan warana tetapi keluar uap air setelah dikocok berulang
ulang.
R
– OH + CuSO4 R – Cu + H2O + SO4
R – OH + K2CO3
R – K + H2O + CO2
B. Esterifikasi
Alcohol
a.
Pada percobaan , alcohol + asam
karboksilat menghasilkan senyawa
ester dan air.
b. Pada percobaan esterifikasi dengan
etanol di masukan dalam tabung reaksi yang di tambah dengan asam asetat dan
asam sulfat pekat kemudian di masukan dalam gelas ukur 25 ml yang sudah di isi
dengan aquadest maka hasilnya diperoleh bau balon dengan warna kuning yang
disebabkan oleh asam sulfat pekat yang menguap bersamaan dengan etanol.
O O
CH3 - CH2 - OH + H3C
– C H2SO4 H3C – C + H2O – H2SO4
OH CH
1.6 Kesimpulan
Dari
percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa alkohol dengan rantai aromatik bersifat lebih asam daripada alkohol-alkohol alifatik.
Ini disebabkan
karena terjadinya delekalisasi elektron
pada cincin aromatik
yaitu elektron
pada oksigen (O2) dan hidrogen
(H2) cenderung tertarik kearah cincin aromatik. Pada kedua percobaan tersebut juga
terdapat uap air yang terkandung didalamnya.
BAB II
TITRASI ASAM DAN
BASA
1.1 Latar Belakang
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan
konsentrasi larutan suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan
zat lain yang di ketahui knsentrasinya. Prinsif dasar titrasi asam basa di
dasarkan pada reaksi nertalisasi asam basa. Titik equpalen pada titrasi asam
basa adalah pada saat di mana sejumlah asam tepat di netralkan oleh sejumlah
basa. Selama titrasi berlangsung terjai perubahan pH. pH pada titik equpalen
ditentukan oleh sejumlah garam yang di hasilkan dari netralisasi asam basa.
Pada titrasi juga memerlukan indikator asam-basa untuk
mengetahui kosentrasinya. Indikator asam-basa adalah senyawa halokromik yang di tambah dalam jumlah kecil ke dalam
sempel, umumnya adalah larutan yang akan memberikan warna sesuai dengan kondisi
pH larutan tersebut. Tetapi tidak semua titrasi membutuhkan indikator.
Tirasi asam basa basa disebut juga titrasi adisi
alkalimtri. Kadar atau kosentrasi asam basa larutan dapat ditentukan dengan
metode volumetri dengan teknik titrasi asam-basa. Volumetri adalah analisis
kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sempel dengan pengukuran volume
larutan yang terlibat reaksi berdasarkan kesetaraan kimia.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui
titik ekivalen dan titik akhir pada percobaan titrasi.
2. Mengetahui
indicator asam basa.
3. Mengetahui
normalitas zat yang dititrasi.
1.3 Tinjauan Pustaka
Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa
digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi darireaktan. Karena
pengukuran volum memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga
dikenali dengan analisis volumetrik. Analisis titrimetri merupakan satu dari
bagian utama dari kimia analitik dan perhitungannya berdasarkan hubungan
stoikhiometri dari reaksi-reaksi kimia. Analisis cara titrimetri berdasarkan
reaksi kimia seperti: aA + tT → hasil dengan keterangan: (a) molekul analit A
bereaksi dengan (t) molekul pereaksi T. Pereaksi T, disebut titran, ditambahkan
secara sedikit-sedikit, biasanya dari sebuah buret, dalam bentuk larutan dengan
konsentrasi yang diketahui.
Larutan yang disebut belakangan
disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan suatu proses
standardisasi. Penambahan titran dilanjutkan hingga sejumlah T yang ekivalen
dengan A telah ditambahkan. Maka dikatakan baha titik ekivalen titran telah
tercapai. Agar mengetahui bila penambahan titran berhenti, kimiawan dapat
menggunakan sebuah zat kimia, yang disebut indikator, yang bertanggap terhadap
adanya titran berlebih dengan perubahan warna. Indikator asam basa terbuat dari
asam atau basa organik lemah, yang mempunyai warna berbeda ketika dalam keadaan
terdisosiasi maupun tidak. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat trejadi
tepat pada titik ekivalen. Titik titrasi pada saat indikator berubah warna
disebut titik akhir.
Tentunya merupakan suatu harapan, bahwa titik akhir ada sedekat mungkin
dengan titik ekivalen. Memilih indikator untuk membuat kedua titik berimpitan
(atau mengadakan koreksi untuk selisih keduanya) merupakan salah satu aspek
penting dari analisis titrimetri. Istilah titrasi menyangkut proses ntuk
mengukur volum titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Selama
bertahun-tahun istilah analisis volumetrik sering digunakan daripada
titrimetrik. Akan tetapi dilihat dari segi yang ketat, istilah titrimetrik
lebih baik, karena pengukuran-pengukuran volum tidak perlu dibatasi oleh titrasi.
Pada analisis tertentu misalnya, orang dapat mengukur volum gas.
Sebuah reagen yang disebut sebagai peniter, yang diketahui
konsentrasi (larutan standar) dan volumnya digunakan untuk mereaksikan larutan
yang dititer yang konsentrasinya tidak diketahui.
Dengan menggunakan buret terkalibrasi untuk menambahkan
peniter, sangat mungkin untuk menentukan jumlah pasti larutan yang dibutuhkan
untuk mencapai titik akhir. Titik akhir adalah titik di mana titrasi selesai,
yang ditentukan dengan indikator. Idealnya indikator akan berubah warna pada
saat titik ekivalensi—di mana volum dari peniter yang ditambahkan dengan mol tertentu sama dengan nilai dari mol larutan yang dititer. Dalam titrasi asam-basa
kuat, titik akhir dari titrasi adalah titik pada saat pH reaktan hampir
mencapai 7, dan biasanya ketika larutan berubah warna menjadi merah muda karena adanya indikator pH
fenolftalein. Selain titrasi asam-basa, terdapat pula
jenis titrasi lainnya.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir
dalam reaksi; titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan
yang berubah warna). Dalam titrasi
asam-basa sederhana, indikator pH dapat digunakan, sebagai contoh adalah
fenolftalein, di mana fenolftalein akan berubah warna menjadi merah muda ketika
larutan mencapai pH sekitar 8.2 atau melewatinya. Contoh lainnya dari indikator
pH yang dapat digunakan adalah metil jingga, yang
berubah warna menjadi merah dalam asam serta menjadi kuning dalam larutan alkali.
Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik
reaktan maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan
dapat digunakan sebagai "indikator". Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat
(merah muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter
dikurangi, larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik
ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan. Titik ekivalensi
diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama (akibat
kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer.
Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna
yang sangat tajam; sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir mencapai titik
akhir dapat mengubah nilai pH secara signifikan—sehingga terjadilah perubahan
warna dalam indikator secara langsung. Terdapat sedikit perbedaan antara
perubahan warna indikator dan titik ekivalensi yang sebenarnya dalam titrasi.
Kesalahan ini diacu sebagai kesalahan indikator, dan besar kesalahannya tidak
dapat ditentukan.
Prinsip Titrasi Asam
basa
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun
basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi
penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan
sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer sedikit demi
sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant
dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi
dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai
keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan
konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant
Cara Mengetahui Titik
Ekuivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik
ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor
perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan
volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi
tersebut adalah “titik ekuivalent”.
2. Memakai indikator asam basa.
Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator
ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi
kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan
kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam
basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan
indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga
tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi
maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal
ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan
titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara
melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen maka
mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat
kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam =
mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil
perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis
sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian
antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada
basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
1.4 Metode
1. Alat
dan Bahan
Alat
·
Buret
·
Pipet tetes
·
Gelas piala
·
Pipet gondok
·
Erlenmeyer
Bahan
·
NaOH
·
Larutan HCL 0,1 N
·
Fenolftalin (PP)
·
Aquades
2.
Cara
Kerja
Titrasi
Asam-Basa
a)
Isilah buret dengan larutan standar
(NaOH 0,1N)
b)
Pakailah pipet gondok untuk mengambil
10ml HCL 0,1 N yang sudah ada. Masukkan HCL ke dalam Erlenmeyer. Tambahkan
beberapa tetes PP (kami menggunakan 3 tetes PP). Erlenmeyer ini harus
digoyang-goyangkan perlahan-lahan.
c)
Titrasi diberhentikan ketika penambahan
setetes NAOH merubah warna merah sangat muda yang tidak mau hilang pada
penggoyangan.
d)
Pekerjaan diulang 2 kali.
e)
Catat berapa ml larutan standar yang
digunakan dengan melihat batas cairan dalam buret.
f)
Hitung berapa normalitas larutan yang
dititrasi.
1.5 Hasil pengamatan
TABEL HASIL PENGAMATAN
No.
|
Larutan
|
Percobaan ke-
|
Volum NaOH yang terpakai (mL)
|
Warna larutan
|
1
|
HCl + PP + NaOH
|
1
|
10 ml
|
Pink (merah jambu)
|
2
|
HCl + PP + NaOH
|
2
|
9,8 ml
|
Pink (merah jambu)
|
1.
Pada
percobaan pertama
Pada percobaan ini dicampurkan 3 tetes PP dan 10 ml HCl
dan volume dari NaOH yaitu 10 ml.
2.
Pada
percobaan kedua
Pada percobaan ini dicampurkan 3 tetes PP dan 10 ml HCl
dan volume dari NaOH yaitu 9,5 ml.
Normalitas larutan yang dititrasi adalah :
HCl
yang dipakai 10 + 10 10 ml
2
NaOH
yang dipakai 10 + 9,8 9,9 ml
2
Sehingga untuk mentitrasi 10 ml HCl, diperlukan NaOH
sebanyak 9,9 ml untuk mencapai kestapilan atau ekuivalen.
1.6 Kesimpulan
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan
titik akhir dalam reaksi, titrasi biasanya menggunakan indikator visual
(larutan reaktan yang berubah warna). Dalam titrasi asam-basa sederhana
indikator pH dapat digunakan, sebagai contoh adalah fenolftalein, dimana
fenolftalein akan berubah warna menjadi merah muda ketika larutan mencapai pH
sekitar 8,2 atau melewatinya. Pada percobaan pertama dan kedua mengalami perbedaan
volume NaOH sebanyak 0,2 ml.
DAFTAR PUSTAKA
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda